Serangan Jepang ke Hindia Belanda berkembang dengan cepat dari koloni mereka di Kepulauan Palau dan Jepang merebut markas di Sarawak dan Filipina Selatan. Mereka menaklukkan sejumlah markas di Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Sementara konvoi pasukan, yang dikawal kapal perusak dan penjelajah dengan dukungan udara oleh pesawat tempur yang beroperasi dari pangkalan yang telah ditaklukkan, berlayar ke selatan melalui Selat Makassar dan ke Laut Maluku. Untuk melawan penyerang itu hanya ada kekuatan kecil, yang sebagian besar terdiri atas kapal perang Amerika Serikat dan Belanda, yang sebagian besar peninggalan Perang Dunia I, di bawah komando Laksamana Thomas C. Hart.
Pada tanggal 23 Januari 1942, 4 kapal perusak AS menyerang konvoi Jepang di Selat Makassar saat mendekati Balikpapan di Kalimantan. Pada tanggal 13 Februari, dalam Pertempuran Palembang, Sekutu tak berhasil mencegah Jepang menduduki pelabuhan minyak utama di Sumatera bagian timur. Pada malam 9-20 Februari, sebuah angkatan Sekutu menyerang Armada Invasi Timur di lepas Bali dalam Pertempuran Selat Badung. Juga pada tanggal 19 Februari, Armada Udara Pertama Jepang, di bawah Laksamanan Chuichi Nagumo, menyerang dan menghancurkan pelabuhan di Darwin, Australia utara hingga tak mampu berfungsi sebagai markas suplai dan laut untuk mendukung operasi di Hindia Timur.
Ketika pertempuran akan mulai, Sekutu jauh lebih lemah. Mereka terpecah belah (kapal-kapalnya berasal dari 4 negara terpisah) dan moral pelautnya rendah karena serangan udara yang konstan dan rasa takut karena mengira Jepang sulit untuk dikalahkan. Selain itu, koordinasi antara AL dan AU Sekutu lemah.
Pasukan pendarat Jepang berkumpul untuk menyerang Jawa, dan pada tanggal 27 Februari 1942, AL American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM) utama, di bawah Doorman, berlayar ke arah timur laut dari Surabaya untuk mencegat konvoi Angkatan Invasi Timur yang sedang mendekat dari Selat Makassar. Armada ABDA terdiri atas 2 kapal penjelajah berat (HMS Exeter, USS Houston) dan 3 kapal penjelajah ringan (Hr. Ms. De Ruyter (kapal pemimpin Doorman), Hr. Ms. Java, HMAS Perth), dan 9 kapal perusak (HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter, Hr. Ms. Kortenaer, Hr. Ms. Witte de With, USS Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Ford, dan USS Paul Jones.
Konvoi Jepang itu dikawal oleh 2 kapal penjelajah berat (Nachi, Haguro) dan 2 kapal penjelajah ringan (Naka, Jintsu) dan 14 kapal perusak (Yudachi, Samidare, Murasame, Harusame, Minegumo, Asagumo, Yukikaze, Tokitsukaze, Amatsukaze, Hatsukaze, Yamakaze, Kawakaze, Sazanami, dan Ushio) di bawah komando Laksamana Muda Shoji Nishimura. Kapal penjelajah berat Jepang jauh lebih kuat, dipersenjatai dengan masing-masing 10 senapan 8 inci (203 mm) dan torpedo yang hebat. Exeter hanya dipersenjatai dengan 6 dari senapan itu. Sedangkan Houston membawa 9 senapan 8 inci, hanya 6 yang masih dapat dipakai setelah menara meriam di buritan telah dilumpuhkan di serangan udara yang lalu.
Angkatan ABDA melawan Jepang di Laut Jawa, dan perang merebak secara terputus-putus dari tengah hari ke tengah malam karena Sekutu mencoba mencapai dan menyerang kapal pengangkut penumpang di armada invasi Jawa, namun mereka dipukul mundur oleh daya tembak yang hebat. Sekutu memiliki keunggulan udara setempat selama jam-jam di siang hari, karena kekuatan udara Jepang tak dapat mencapai armada itu dalam cuaca buruk. Cuaca seperti itu juga menghambat komunikasi, membuat kerja sama di antara sejumlah pihak Sekutu yang terlibat — dalam pengintaian, lindungan udara dan markas armada — malahan memburuk daripada sebelumnya. Jepang juga mengganggu frekuensi radio. Exeter adalah satu-satunya kapal dalam pertempuran itu yang diperlengkapi dengan radar, teknologi yang muncul pada masa itu.
Pertempuran itu terdiri atas serangkaian percobaan lebih dari 7 jam oleh Angkatan Serangan Gabungan Doorman untuk mencapai dan menyerang konvoi penyerbu itu; masing-masing ditolak telak oleh angkatan pengawal dengan kekalahan berat yang dipanggul pihak Sekutu.
Armada itu bertemu satu masa lain sekitar pukul 16:00 pada tanggal 27 Februari dan dekat ke jarak tembak, mulai menembak pada pukul 16:16. Kedua belah pihak menunjukkan kecakapan penggunaan meriam dan torpedo yang rendah selama fase awal pertempuran ini. Satu-satunya contoh terkemuka penggunaan meriam ini adalah Exeter yang dibuat rusak parah dengan tabrakan di ruang ketel oleh granat 8 inci. Kapal itu kemudian berjalan terseok-seok ke Surabaya, dikawal oelh Witte de With. Jepang melincurkan 2 salvo torpedo besar berjumlah 92, namun hanya mencetak 1 hantaman ke Kortenaer yang dihantam oleh Laras Panjang, pecah menjadi 2 dan tenggelam dengan cepat setelah hantaman itu. Electra, yang melindungi Exeter, terlibat duel dengan Jintsu dan Asagumo, mencetak beberapa hantaman namun menderita kerusakan parah pada bangunan bagian atasnya. Setelah tembakan serius yang dimulai di Electra dan menara kecilnya yang tersisa kehabisan amunisi, perintah meninggalkan kapal diserukan. Di pihak Jepang, hanya Asagumo yang terpaksa mundur karena rusak.
Armada Sekutu terpecah dan pergi sekitar pukul 18:00, ditutupi oleh tabir asap yang diciptakan oleh 4 kapal pemburu US Destroyer Division (DesDiv) 58. Mereka juga melancarkan serangan torpedo namun kisarannya untuk efektif terlalu lama. Angkatan Doorman berbalik ke selatan menuju pesisir Jawa, kemudian ke barat dan ke utara untuk mencoba menyelamatkan diri dari kelompok pengawal Jepang namun terperangkap oleh konvoi itu. Di saat itulah kapal-kapal DesDiv 58 yang torpedonya dikeluarkan meninggalkan rencananya sendiri untuk kembali ke Surabaya.
Segera setelahnya, pada pukul 21:25, Jupiter terkena ranjau dan tenggelam, sedangkan sekitar 20 menit kemudian, armada itu melewati tempat di mana Kortenaer tenggelam lebih dulu, dan Encounter ditugaskan untuk mengangkut yang selamat. Komando Doorman, kini berkurang ke 4 kapal penjelajah, kembali menghadapi kelompok pengawal Jepang pada pukul 23:00; kedua pasukan itu saling menembak di kegelapan dalam kisaran panjang, hingga De Ruyter dan Java tenggelam, oleh salvo laras panjang yang menghancurkan. Doorman dan sebagian besar krunya tenggelam dengan De Ruyter; hanya 111 orang yang diselamatkan dari kedua kapal itu. Hanya kapal penjelajah Perth dan Houston yang tersisa; kekurangan bahan bakar dan amunisi, dan menyusul perintah terakhir Doorman, kedua kapal itu mundur, tiba di Tanjung Priok pada tanggal 28 Februari.
Meski armada Sekutu tak mencapai armada penyerang, pertempuran itu betul-betul memberikan penyerang Jawa itu istirahat sehari.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar