Selasa, 15 April 2014

Posted by Unknown | File under : ,


Menguak Tragedi 'Kudeta Mekkah' 1979 Mekkah, pagi hari di awal bulan Muharram 1400 Hijriah, awal abad baru kalender Islam, tepatnya 20 November 1979 Masehi, terjadi peristiwa menggemparkan bagi satu miliar umat muslim dan dunia internasional. Sekelompok orang bersenjata ?kebanyakan dari mereka adalah orang Arab Badui? pimpinan Juhaiman al-Utaibi, dengan dalih mengganggap kekuasaan Arab Saudi saat itu tidak sah dan melenceng dari nilai-nilai Islam, mengambil alih secara paksa tempat tersuci umat Islam, Masjid al-Haram.

Peristiwa itu menjadi bagian penting dari sejarah modern Kota Mekkah. Namun, kaum muslim sendiri tak paham apa yang sejatinya terjadi, dan para pengamat politik maupun sejarawan hanya menganggap kejadian itu sebagai inseden lokal semata. Tetapi, Yaroslav Trofimov, Jurnalis The Wall street journal, melalui bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Kudeta Mekkah: Sejarah yang Tak Terkuak menganggap lain. Menurutnya, 'Kudeta Mekkah', sebuah gerakan jihad di masa modern itu merupakan awal dari akar sejarah gerakan terorisme global, dan semuanya dimulai di pagi November itu, di bawah bayang-bayang Kakbah.

Juhaiman al-Utaibi dan Muhammad Abdullah al-Qahtani menjadi aktor utama dalam insiden berdarah itu. Juhaiman adalah pemimpin ?Kudeta Mekkah?, seorang pria dari kaum Muhajir-Sajir dan mantan kopral pasukan Garda Nasional Arab Saudi. Sedangkan Muhammad Abdullah al-Qahtani adalah seorang mahasiswa Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud Riyadh yang berasal dari Provinsi Selatan Asir yang dianggap Imam Mahdi.

Juhaiman muda berprofesi di pasukan Garda Nasional, ia menggunakan waktu luangnya untuk menghadiri kuliah-kuliah Islam di Mekkah dan di Madinah. Salah seorang guru yang menjadi anutannya adalah Abdul Aziz bin Baz. Ibn Baz, panggilan beliau, merupakan ulama Wahhabi ?sebuah paham dalam agama Islam yang menyuarakan kemurnian ajaran Islam dengan segala yang pernah dipratikkan Nabi Muhammad SAW? yang kritis. Ia berani menyuarakan kritik apa pun terhadap pihak kerajaan sekalipun.

Untuk menyegarkan kembali paham Wahhabi, Ibn Baz mengembangkan gerakan dakwah baru yang dinamai Dakwah Salafiyah al-Muhtasiba. Gerakan ini dengan cepat meluas ke seluruh penjuru Arab Saudi. Gerakan ini menarik sebagian besar kaum muda termasuk Juhaiman. Dari sini, Juhaiman bertemu seorang mahasiswa berusia dua puluh tahunan, Muhammad Abdullah al-Qahtani.

Melalui pelbagai diskusi dan kuliah keagamaan yang Juhaiman hadiri, pandangannya mengenai bagaimana masyarakat Islam ideal terbentuk. Ia mulai menulis serangkaian risalah yang merangkum kontradiksi-kontradiksi negara Arab Saudi saat itu. ?Tidak ada cara sederhana untuk merekonsiliasi antara superioritas yang melekat pada Islam dengan apa pun yang diadopsi dari luar, juga ketergantungan memalukan Arab Saudi kepada Amerika serta negara-negara Barat lainnya? tulis Juhaiman. Dengan tegas, ia juga menulis bahwa monarkhi Arab Saudi yang ada sekarang adalah haram. Tidak hanya itu, ia menyinggung akan munculnya Imam Mahdi, sang juru selamat yang akan menyelamatkan kaum muslim, memerintah dunia Islam dan mendirikan masyarakat ideal.

Pada awal 1978, ketika gerakan Juhaiman menemukan momentumnya, ia merasa harus memublikasikan tulisan-tulisannya, menjangkau khalayak baru sekaligus meyakinkan bahwa ide-idenya tidak menyimpang. Segera, buku kecil biru dan hijau setebal 170 halaman berjudul Tujuh Risalah menyebar di kampus-kampus di Mekkah, Madinah, Iran, Irak bahkan Mesir dengan cara diselundupkan.

Dukungan-dukungan dan simpati terus mengalir sejak saat itu, membuat Juhaiman dan pengikutnya semakin yakin tentang kedatangan Imam Mahdi. Juhaiman mulai menyiapkan langkah selanjutnya, mengumpulkan pengikut-pengikut setianya, menyiapkan persenjataan untuk melindungi Imam Mahdi dan membekali dengan perbekalan makanan dalam jumlah banyak.

Ratusan pengikut Juhaiman dari Arab Saudi maupun dari luar sudah berkumpul di Mekkah sejak musim haji 1399 H. Mereka terdiri dari pelbagai rombongan. Di akhir 1399 H, Juhaiman dan Muhammad Abdullah akhirnya muncul di Mekkah, mengawasi Masjid al-Haram malam itu sebelum melakukan pengambil-alihan esok harinya.

Tepat setelah Imam Masjid al-Haram menutup doa menyambut pergantian tahun, peristiwa berdarah itu dimulai. Juhaiman dan Muhammad al-Qahtani berdiri di bawah bayangan Kakbah, di antara kuburan Ismail dan Hajar, serta sebuah batu besar yang terdapat jejak kaki Ibrahim. ?Atas nama Allah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang, inilah Imam Mahdi yang ditunggu,? seru Juhaiman. ?Bersumpah setialah kepada saudara Muhammad al-Qahtani,? lanjutnya.

Setelah selesai pembaiatan, para pengikutnya menyebarkan buku Tujuh Risalah itu ke kerumunan jamaah yang disandera. Sementara itu, yang lain bersiap-siap di menara, gerbang pintu dan bagian Masjid al-Haram lainnya, mencoba menghalangi siapa pun yang akan menggagalkan munculnya Imam Mahdi.

Peperangan tidak bisa dielakkan lagi. Setelah dua minggu baku tembak terjadi antara pengikut Juhaiman dan tentara Saudi, Juhaiman berhasil ditangkap dan Muhammad Abdullah al-Qahtani tewas tertembak. Peristiwa berdarah itu menelan korban resmi sekitar 270 orang termasuk jamaah haji. Namun para pengamat independen dan saksi memperkirakan jumlah korban sekitar 1.000 orang, bahkan bisa jadi lebih. Akibat ?Kudeta Mekkah? itu juga, beberapa bagian Masjid al-Haram rusak parah ?meski tak merusaki Kakbah secuil pun.

Menurut Trofimov, pada tahun-tahun setelah tragedi 1979, Pemerintah Saudi mencoba sekuat tenaga menghapus peristiwa berdarah itu dari memori publik dan menganggapnya hanya insiden lokal semata. Perihal Juhaiman dihindari oleh sejarawan Saudi dan diabaikan dalam buku teks negara, menurut sang penulis kelahiran Ukraina itu, merupakan langkah yang keliru. Pemerintah Saudi telah membersihkan orang-orang yang terlibat di dalamnya tetapi mengabaikan ideologi yang berada dibelakangnya dan membiarkan itu tersebar di negeri itu.

Langkah yang keliru itu menjadikan pengaruh keberanian Juhaiman masih membekas di hati sebagian orang dan para pengikutnya sampai saat ini. Salah satunya adalah Osama bin Laden. Terkejut oleh keganasan perang Mekkah, dia tidak dapat menahan perasaan simpati terhadap Juhaiman dan motif pemberontakannya. Ketika Osama keluar dari Saudi pada 1990-1991, dia mulai mengulang hampir kata demi kata penolakan Juhaiman terhadap kekuasaan Saudi.

Invasi berani dan tulisan Juhaiman yang disebarkan ke jamaah setelah pembaiatan menginspirasi kalangan Islam radikal dalam beragam cara. Para jamaah membawa pulang tulisan-tulisan itu dan menyebarkan ide-idenya. Sementara itu, para pengikut Juhaiman yang ditangkap, setelah terbebas dari penjara, bergabung dalam jaringan al-Qaeda, meneruskan apa yang dulu Juhaiman lakukan.

Untuk menyibak detail peristiwa di atas, Trofimov memburu sumber-sumber penting dan tepercaya, antara lain pelaku ?Kudeta Mekkah' 1979, tentara Arab Saudi, serta data rahasia yang berhasil ia dapatkan. Semuanya merupakan hasil penulusuran jejak sejarah dan liputan jurnalitik yang ia lakukan, tidak ada pendapat pribadi sekalipun yang disisipkan.

Dan berikut foto foto nya:



 Juhayman al-otaibi


Pasukan Juhayman
 

 Oprasi


 







0 komentar:

Posting Komentar